Raja Jayabaya memerintah Kediri tahun 1135-1157
Jayabaya
terkenal sebagai raja Kediri dan memerintah tahun 1135-1157 Masehi. Pada masa
pemerintannya hiduplah Pujangga-pujangga (Empu) yang ahli kebudayaan, yang
menonjol adalah Empu Panuluh dan Empu Sedah. Kedua Empu ini diminta oleh raja
untuk menyadur Kitab Baratayuda dengan Bahasa sehari-hari yang diambil dari
Mahabarata yang aslinya berbahasa India. Kehebatan kedua Empu ini melukiskan
kejadian-kejadian itu seolah-olah terjadi di Pulau Jawa. Jayabaya dikenal
sebagai raja yang pandai mengatur tatanegara melebihi raja-raja yang lain. Ia
dianggap sebagai titisan Dewa Wisnu yang ke-10.
Wajanya
yang tampan dan kepandaiannya yang melebihi rata-rata raja sebelumnya menambah
ketenarannya. Raja Jayabaya bijaksana dalam memerintah, dan senang pada
kesusasteraan, kebudayaan, agamawan yang tinggi ilmunya. Bahkan dikultuskan
sebagai manusia yang mengetahui hal-hal yang akan terjadi. Sebuah ramalan yang
dikenal sebagai Ramalan Jayabaya, dianggap sebagai hasil karya raja.
Ramalan
Jayabaya tersebar di Indonesia terutama tanah Pulau Jawa, dan secara khusus di
Surakarta dan Yogyakarta, sebagai pusat kebudyaaan Jawa. Ramalan Jayabaya, yang
juga terkenal dengan nama Jangka Jayabaya meramalkan barang-barang atau apa
yang terjadi dan pada waktu itu belum ada. Diantara ramalan-ramalan itu mobil dengan
diramalkan besuk yen wis ana kreta tanpa
jaran (besuk kalau ada kereta tanpa
kuda). Rel kereta Tanah Jawa kalungan wesi (Pulau Jawa berkalung besi).
Kapal terbang, perahu mlaku ana ing ndhuwur awang-awang (perahu berjalan
di angkasa), dst.
Ramalan
juga menyangkut sikap dan perilaku manusia, misalnya, akeh janji ora
ditetepi (banyak janji tidak ditepati). Akeh wong wani nglanggar sumpahe
dhewe (banyak orang berani melanggar sumpahnya sendiri). Akeh manungsa
lali asale (banyak orang lupa asal-usulnya), ukuman ratu ora adil, (hukuman
raja tidak adil). Wong apik-apik pada kepencil (orang baik-baik
tersisih). Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin (banyak
orang bekerja baik justru merasa malu). Ada lagi yang menyatakan: Apeparap
pangeraning prang, tan pokro anggoning nyandhang, ning bisa nyembadani wong sakpirang-pirang, sing
padha nyembah reca dhaplang, Berpenampilan seorang senopati perang, tidak
layak cara berpakaian, tetapi bisa membuat lega banyak sekali orang, mereka
yang menyembah arca ndhaplang.
Paus Fransiskus yang mengenakan kepemimpinan "ambeg para marta"
berpenampilan sederhana
Berpenampilan
Senapati perang dengan pakaian yang tidak layak, ya para rohaniwan itu. Mereka
memakai jubah putih, tetapi tampil memimpin. Mereka bisa membuat hati nyaman
dan damai. Setiap orang yang melihat dan menyaksikan terpana dan kagum serta
lega. Mereka “isa nyembadani” harapan Masyarakat. Mereka yang menyembah reca
ndhaplang.
Paus
Fransikus datang ke Indonesia, layaknya Senapati perang, berpakaian seadanya
jubah dan mantel biasa, bisa dikatakan tan pokro anggone nyandhang.
Semua disapa, dirangkul, dicium dan merasa nyaman, sejuk serta damai. Paus
Fransiskus dan pengikutnya yang nyembah reca ndhaplang.
Jayabaya
meramalkan di tahun 1135-1157 Apeparap pangeraning prang, tan pokro
anggoning nyandhang, ning bisa
nyembadani wong sakpirang-pirang, sing padha nyembah reca dhaplang, Paus Fransiskus di tahun 2024 menggenapi
ramalan tersebut, dengan melakukan meresmikan arca Yesus Ndhaplang. tertinggi
di dunia.
Paus
Fransiskus yang datang sebagai Senapati perang melawan keserakahan, ketidakadilan,
kesombongan, ketinggian hati, dll, dengan pakaian yang sederhana. Dia dan
pengikutnya yang menyembah reca ndhaplang dan meresmikan salah satu
patung tertinggi di Bukit Sibea-bea, Kabupaten Samosir Sumatra Utara. Patung Yesus
yang ndhaplang setinggi 61 meter.
Reca ndhaplang, di Bukit Sibea-bea Kabupaten Samosir Sumatra Utara yang diresmikan
Paus Fransiskus ketika berkunjung di Indonesia 3-5 September 2024.
Patung
Yesus yang sudah ada dimana-mana, setidaknya yang menjulang tingi ada di: di
kawasan Buntu Burake di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, ada Patung
Yesus Memberkati diresmikan pada 2015
dengan ketinggian total 45 meter. Patung berikutnya ada di Kota Encantando,
Brasil. Patung bernama Christ The Protector atau Kristus Sang Pelindung. Patung
ini memiliki bentuk hati di bagian dada. Hati tersebut bukan hanya sekadar
corak, melainkan suatu lantai yang dapat diakses melalui lift.
Patung
Yesus Kristus Christ the Redeemer atau Kristus Sang Penebus. Patung ini telah
ada sejak tahun 1931, diresmikan pada 12 Oktober 1931. Patung setinggi 30 meter
ini berdiri di puncak Gunung Corcovado di Rio de Janeiro, Brasil. Untuk sampai
ke patung ini, pengunjung dapat menaiki eskalator dan lift yang tersedia.
Sebelumnya, pengunjung harus menaiki 200 anak tangga untuk mencapai ke patung. Patung
Yesus Kristus yang terletak di Dili, Timor Leste, memiliki ketinggian 27 meter.
Patung ini juga menjadi ikon dari Dili. Patung ini dibangun sebagai wujud
permintaan maaf Presiden Soeharto terhadap Timor Leste setelah pendudukan
selama beberapa dekade.
Patung Yesus ndhaplang di Portugal setinggi 103 meter, patung ini dinamai
Patung Hati Yesus atau Heart of Yesus.
Patung
Christ the King di Lisbon, Portugal, ini dibangun pada tahun 1950 dan rampung
pada 1959. Patung ini memiliki ketinggian total 103 meter. Patung Hati Yesus
atau Heart of Jesus berbentuk cukup unik, sebab material bangunannya. Patung
yang berketinggian mencapai 22,5 meter ini terbuat dari bahan besi dan
stainless steel. Patung berlokasi di
Lupeni, Rumania. Berdasarkan informasi, pengunjung dapat masuk ke dalam
patungnya dan naik tangga ke bagian kepalanya. Mereka bisa melihat pemandangan
dari ketinggian.
Patung
Yesus Kristus berikutnya adalah patung bernama Christ of the Abyss yang
berlokasi di San Fruttuoso, Italia. Uniknya, jika biasanya patung Yesus
dibangun di daratan atau di puncak gunung, patung Yesus di Italia ini terletak
di bawah air. Patung ini diletakkan di bawah air sebagai penghormatan terhadap
Guido Galletti, seorang penyelam asal Italia pertama yang menggunakan alat
menyelam skuba. Patung di bawah air ini terbuat dari perunggu dan diletakkan 17
meter di bawah laut dan masih berdiri
hingga saat ini. Demikian patung-patung Yesus yang ada dunia maupun di
Indonesia.
Ramalan
Jayabaya yang lebih banyak dibaca “negatifnya” (membawa bencana dan malapetaka),
di bait-bait terakhir ini Ramalan Jayabaya memberi pengharapan dan jawaban atas
ramalan-ramalannya yang bersifat negative.
Semoga
memberi pencerahan dan menguatkan harapan akan dunia yang lebih damai sejahtera
dan tenteram.
Bersyukur sekaligus kagum terhadap ramalan jayabaya yang tertulis ratusan tahun sebelumnya yang kalau "di othak etnik gathuk" dan menjadi suatu realitas dalam kehidupan nyata.Terpujilah Tuhan sungguh besar karya agung-Mu.
BalasHapus