Umat Katolik Mau Jadi Pecundang atau Pahlawan

"Umat Katolik mau jadi pecundang atau pahlawan di jamannya?
Pertanyaan Rama Joko Lelono, Pr pada Glenak-glenik Kebangsaan yang diselenggarakan
oleh Komisi Penghubung Karya Kerasulan Kemasyarakatan Kevikepan Yogyakarta Barat

WATES, - Tantangan Bangsa Indonesia ke depan adalah bagaimana menyelamatkan generasi muda yang tergolong generasi milenial dan generasi Z agar memiliki paham kebangsaan untuk melawan gerakan-gerakan yang ingin mengganti ideologi negara dengan menggunakan agama sebagai kendaraan politiknya. Harus disadari pula bahwa dalam 15 tahun terakhir, bangsa ini mengalami serangan luar biasa dan masif dari dari kaum radikalis dengan menyusup ke sendi-sendi masyarakat dari pendidikan, birokrasi dan parlementer.

Demikian dikatakan Ketua Pemimpin Wilayah GP Ansor DIY Muchammad Saifudin saat berbicara dalam Glenak-glenik Kebangsaan yang diselenggarakan oleh Komisi Penghubung Karya Kerasulan Kemasyarakatan (PK3) Kevikepan Yogyakarta Barat, di Aula Kevikepan Yogyakarta Barat, Wates, Jumat (26/8/2022) malam. Dalam kesempatan itu berbicara juga Romo Dr Martinus Joko Lelono, Pr, Ketua Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAK) Kevikepan Yogyakarta Timur.

Saifudin mengatakan GP Ansor sudah menengarai pola-pola gerakan yang merongrong Pancasila dan NKRI. “Target mereka ingin menguasai tempat-tempat masyarakat dan pemerintah, universitas, menguasai sistem parlementer baik DPR daerah maupun Pusat, hingga sampai tingkat RT. Mereka juga berupaya merebut mimbar-mimbar di rumah-rumah ibadah. Jumlah mereka tidak banyak, tetapi mereka pengin tampil dan diterima di masyarakat untuk memaksakan ideologinya. Tidak segan juga memakai kekerasan dengan label agama,” tegasnya.

Ketua GP Ansor DIY ini menambahkan dari apa yang diamati dan dipelajari Ansor, saat ini agama hanya dijadikan sebagai legitimasi untuk mendukung tujuan tertentu yang bersifat ekonomi, politik, dan sosial bahkan dijadikan alat politik. “Secara pola besar gerakan itu melakukan cuci otak yang kemudian menumbuhkan fanatisme, yang kemudian dapat tumbuh atau digerakkan menjadi radikalisme, ekstrimisme dan kemudian terorisme,” paparnya.

Upaya untuk melakukan pencegahan itu, Syaifudin menawarkan jalan dengan menggandeng kaum milenial dan generasi Z yang berdasar sensus penduduk 2020 merupakan jumlah terbesar. “Generasi Z yang lahir tahun 1997-2012 jumlahnya 75,49 juta atau 27.954% dan generasi milenial yang lahir tahun 1981-1996 berjumlah 69,90 juta atau 25,87 %. Generasi milenial inilah usia-usia mereka menjadi  para aktivis saat ini,” ujar Syaifudin.

GP. Ansor mengajak seluruh warga negara termasuk umat Katolik untuk membangun pemahaman kebangsaan kepada mereka, dimulai dari keluarga, lingkungan, komunitas, ormas maupun organisasi kepemudaan lainnya. “Jumlah mereka yang menanamkan pemahaman kebangsaan ini banyak dan terus berkembang. Mereka mempunyai forum-forum khusus untuk berinteraksi, mempunyai forum-forum pendidikan dan latihan,” tuturnya, seraya menambahkan bangsa Indonesia butuh percepatan 5 tahun ke depan untuk memunculkan generasi muda milenal yang memiliki wawasan moderat yang kuat dan handal.

M.Syaifudin, Ketua GP.Ansor DIY (no.2 dari kiri) Tantangan Bangsa Indonesia ke depan adalah bagaimana menyelamatkan generasi muda yang tergolong generasi milenial dan generasi Z agar memiliki paham kebangsaan untuk melawan gerakan-gerakan yang ingin mengganti ideologi negara dengan menggunakan agama sebagai kendaraan politiknya.

“Untuk memahami tindakan kekerasan agama dan upaya mengganti ideologi tersebut kuncinya adalah kepekaan, keterbukaan dan kejujuran sehingga dapat memandangnya secara objektif. Terlebih pelaku utama di lapangan adalah generasi muda atau kaum milenial,” tegasnya.

Sementara itu Romo Martinus Joko Lelono dalam paparannya mengatakan umat Katolik masih terkungkung pada imajinasinya sendiri, memandang dirinya sebagai kelompok kecil, tersakiti, korban sejarah maupun ketakutan lainnya, serta berharap pihak lain yang maju menghadapi masalah. “Kita beranggapan bahwa hidup di Indonesia itu ingin hidup sedamai-damainya, senyaman-nyaman, masyarakat yang tanpa masalah. Apakah ada?  Padahal selalu ada masalah dimanapun, termasuk di Amerika yang katanya paling demokratis,” tegasnya.

Romo Joko Lelono menegaskan umat Katolik tidak lari dari masalah. “Sejak tahun 2010 Gereja mendorong umat untuk keluar dengan aktivitas-aktivitas di masyarakat. Makanya saat itu kita kenal jargon jangan hanya di altar tapi harus berperan juga di pasar,” jelasnya. Oleh karena itu Romo Joko Lelono mengajak umat Katolik mengambil bagian dalam proyek pembangunan tata dunia baru yang mengharuskan semua pemeluk agama dan kepercayaan bergandengan tangan dan mengembangkan nilai-nilai dari agamanya untuk peradaban yang adil dan berabad.

“Pada peran itu umat Katolik dihadapkan pada tantangan mau jadi pecundang atau pahlawan di zamannya? Dari apa yang dilakukan oleh Mgr Soegijopranoto, Kardinal Yustinus Darmojuwono dan Romo Mangunwijaya, menunjukkan di Keuskupan Agung Semarang tidak ada gen pecundang!,” tegasnya.

Glenak-glenik Kebangsaan ini dihadiri pula Kepala Kesbangpol Kulonprogo Budi Hartono, Ketua FKUB Kulonprogo Agung, Syaiful dari Kemenag Kulonprogo serta moderator Romo Ambrosius Heri Krismawanto Pr selaku Ketua Komisi PK3 Yogyakarta Barat. (*)

Posting Komentar untuk "Umat Katolik Mau Jadi Pecundang atau Pahlawan "