
Dari kiri: Mahestu N Krisjanti (moderator), Rama Frans Magnis Suseno, Yustinus Prastowo,
Antonius Nurdianto dan Aloysius Gunadi Brata.
Beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada hari Selasa 16 September 2025, saya
mengikuti seminar dengan tema ”Menavigasi
Perubahan: Bisnis-Ekonomi Berkelanjutan Menuju Indonesia Maju”. Seminar
tersebut dalam rangka Dies Natalis Universitas Atmajaya Yogyakarta yang ke 60. Pembicaranya
keren-keren: Rama Prof.Dr.Frans Magnis Susena, SJ yang membahas ”Manusia
sebagai Homo Responsabilis (Refleksi Etis terhadap isu Keberlanjutan yang Tetap
Mengedepankan Martabat Manusia). Yustinus Prastowo, MA.,M.Phil (Staf Khusus
Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis periode 2020-2024, Staf Khusus
Gubernur DKI Jakarta sejak Maret 2025). Pertanian Organik Memperkuat Ketahanan
Ekonomi Jangka Panjang, oleh Antonius Nurdianto, SE (Praktisi Pertanian
Organik, Alumni FBE UAJY). Menimbang Sisi Kelam Pembangunan Berkelanjutan, oleh
Prof.Aloysius Gunadi Brata, P.Hd (FBE UAJY), dan dimoderatori oleh Mahestu N
Krisjanti, SE.,M.Sc.,Ph.D.
Rama Magnis menekankan bahwa kita hidup menjadi homo responsabilis artinya
menjadi manusia yang bertanggungjawab. Tanggung jawab ini meliputi seluruh
aspek kehidupan, baik pribadi maupun sosial. Dalam konteks Indonesia ya
ber-Pancasila, memahami dan menghidupi Pancasila dalam pikiran dan tindakan. Misalnya kita berhadapan dengan orang lain,
kita mesti bertanggungjawab pada keselamatan orang tersebut. Ada 5 tantangan
universal atas tanggungjawab kita, yaitu : bertambahnya perang, ancaman
kelaparan, ancaman ideologi-ideologi ekstrim agama, keambrukan lingkungan hidup
alami dan Artivisial Intelligence (AI). Ada 3 ancaman yang serius yaitu ancaman
ideologi-ideologi ekstrim agama dan transnasional; kesejahteraan umum yang
gagal dan pembunuhan demokrasi kita.
Sebagai orang katolik, bagaimana kita bertanggungjawab? Harus berani
menjadi Saksi Kristus dan hidup demi keselamatan orang lain. Ada lima
ditawarkan oleh Magnis Suseno, yaitu: menjadi bagian yang bisa dipercaya dalam
masyarakat; menjadi Gereja bagi orang miskin; membangun hubungan baik dengan
agama-agama lain; menjadi Gereja yang mendukung lingkungan hidup dan orang
katolik tidak kehilangan harapan.
Sementara Yustinus Prastowo menekankan perlkunya paradigma baru ekonomi
yaitu kebijakan ekonomi yang berorientasi pada manusia dan alam yang
berkeadilan. Beliau lalu menunjukkan perbedaan antara yang sungguh kaya dan
yang sungguh miskin. Kenaikan jumlah orang miskin dan rentan miskin bertambah. Penulis
merasakan juga menurunnya kesejahteraan orang-orang menengah ke bawah. Contoh
konkrit dua tahun yang lalu, dimana saya mengajar, di ruang tunggu dosen selalu
ada kopi dan teh, sekarang hanya teh saja rasanya beda dengan yang dulu. Enakan
dulu...!
Antonius Nurdianto, seorang praktisi pertanian organik, bagaimana tantangan
yang tidak mudah, meskipun demikian dengan ketekunan dan kesetiaan menghasilkan
juga. Sisi Kelam Pembangunan Berkelanjutan dari Prof.Gunandi sama tantangannya,
bahwa kita sering tidak seia sekata. Penggunaan plastik paling susah dihindari
dan seandainya kita mau mencegah, orang lain masih tetap menggunakan.
Dalam seminar ini moderator menarik benang merah sebagai berikut: menjadi
manusia yang bertanggung jawab atas keselamatan orang lain; kebijakan ekonomi
yang berorientasi pada kehidupan; memulai dari yang ada dan melakukan Pancasila
sehingga sungguh mewujudkan sila kelima ”keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia” (swa01)
Posting Komentar untuk "Lima Tantangan Universal"