Memperkuat Resonansi Budaya Nusantara

Selamat pagi, salam bahagia
Resonansi dalam KBBI berarti getaran, gema, atau dengungan. Budaya dalam kamus yang sama disebutkan sebagai; pikiran, akal budi, adat istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yang  sudah berkembang (beradab, maju), sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sukar diubah. Nusantara sudah jelas menunjuk pada wilayah yang kita diami sebagai rumah bersama.  Dalam UUD 1945, pasal 32, disebutkan tentang kebudayaan. Pada ayat (1): Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Ayat (2); Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

Pada zaman ini resonansi budaya Nusantara tergerus dan kalah kuat dibanding resonansi  budaya luar yang kuat. Kekuatan resonansi budaya luar didukung oleh kekuatan media komunikasi yang berkekuatan luar biasa. Permasalahannya adalah ketika nilai budaya luar ini tidak selaras dengan nilai budaya Nusantara.   Ini mengakibatkan krisis, kebimbangan dan kebingungan bagi warga masyarakat yang kurang menghayati budayanya sendiri. Warga masyarakat sudah tidak lagi mempunyai “rasa memiliki dan merengkuh” (handarbeni lan ngrungkepi) budayanya sendiri. Lebih jauh berakibat pada perilaku menyimpang dan mencederai budayanya sendiri.

Mencedarai dan melukai pihak lain, itu tindakan yang tidak dianjurkan, bahkan dilarang dalam budaya masyarakat kita. Dalam kehidupan sehari-hari ibu-ibu selalu menasehati anak-anaknya “jangan nakal”. Ketika melihat anaknya melakukan kenakalan terhadap temannya, ibu selalu menasehati “ayo minta maaf”.  Itu budaya yang ada sejak nenek moyang. Perbuatan nakal, dalam kasanah hidup sehari-hari adalah perbuatan yang mencedarai, melukai atau membuat sakit fisik dan hati pihak lain.

Seseorang yang berbuat menendang sesaji,    jelas itu melukai dan mencederai budaya bangsa (nenek moyang) yang tidak ia pahami. Merusak  nisan di pemakaman itu juga tindakan mencederai dan melukai budaya sendiri. Nisan adalah symbol.  Bagi masyarakat Jawa nisan mempunyai symbol “mikul dhuwur, mendhem jero” (menjunjung tinggi, mengubur dalam) orang tua. Artinya menjunjung martabat orang tua dan mengubur dalam-dalam apa yang buruk). Maka membangun nisan sering juga disebut membangun candi, artinya “nyuwargakke” (menyerahkan sepenuhnya  orang tua yang sudah meninggal kepada Tuhan Sang Pemilik Kehidupan) agar orang tuanya dimuliakan. Membangun nisan juga dilakukan setelah 1.000 hari meninggal. Dalam seribu hari itu keluarga selalu mendoakan, memohonkan pengampunan lewat doa-doa. Maka dalam doa 1.000 hari itu ada rangkaian memasang nisan, dan juga melepas sepasang  merpati putih.

Merpati itu symbol kehidupan baru. Ini disimpulkan dari peristiwa Nabi Nuh yang berada di kapalnya. Untuk melihat apakah air sudah surut atau belum, Nabi Nuh melepas burung merpati. Pertama melepas burung merpati kembali. Saat melepas kedua kalinya merpati itu membawa pada paruhnya sepucuk ranting daun zaitun. Kemudian Nabi  Nuh mengatakan “air sudah surut, sudah ada kehidupan baru”.

Mari bersama memperkuat resonansi budaya Nusantara, agar anak-cucu kita paham dan mempunyai rasa memiliki dan menghidupi budayanya sendiri (ags) 

Posting Komentar untuk "Memperkuat Resonansi Budaya Nusantara"