Transformasi, mengapa takut?

Selamat pagi Nusantara, salam bahagia dan sejahtera

Dalam KBBI Edisi Keempat, transformasi artinya perubahan rupa, bentuk, sifat, dan fungsi (masih ada kata dst dibelakangnya). Arti kedua disebutkan ling perubahan struktur gramatikal menjadi struktur gramatikal lain dengan menambah, memgurangi atau menata kembali unsur-unsurnya. Dari kata transformasi ini kemudian berkembang istilah-istilah untuk menandai adanya perkembangan masyarakat dan jaman. Ada muncul istilah transformasi social, transformasi budaya, transformasi (alih) tehnologi dst.

Ada berbagai sikap orang menanggapi adanya transformasi-transformasi ini. Pada hakekatnya setiap orang, golongan, masyarakat atau apa pun akan mengalami transformasi, perubahan bentuk, sifat atau fungsinya. Kadang orang merasa takut, ragu-ragu untuk bertransformasi atau mengubah diri, kelompok atau lainnya. Terlebih kalau orang, kelompok atau masyarakat tersebut sudah merasa nyaman, “ach begini saja sudah cukup”. Sebenarnya kehidupan seseoramh itu transformative, artinya berkembang terus dari janin, bayi, anak, remaja, pemuda, orang tua. Dari perkembangan atau transformasi tersebut  akan mendapatkan hal-hal baru dan kehilangan hal lama. Masa kanak-kanak akan ditinggalkan dan mendapatklan masa remaja, dst. Saat-saat seperti itu orang akan sedih, kecewa, atau gembira. Semua bergantung pada masing-masing menyikapinya. Bayi yang lahir menangis karena kehilangan kenyamanannya dalam kandungan, namun ia mendapatkan dunia yang baru. Demikian selanjutnya, seseorang akan kehilangan masa anak-anak, masa remaja dst, tetapi menemukan dunianya yang baru.

Dalam transformasi sosial, budaya, kita akan meninggalkan bentuk, sikap atau fungsi lingkungan social menuju yang lebih baik dan maju. Kendala dari transformasi social atau budaya adalah sikap-sikap orang yang “ach begini saja sudah cukup” atau orang-orang yang diuntungkan secara pribadi karena situasi. Transformasi kepemilikan saham  asing menjadi milik  negara itu kemajuan dan lebih baik bagi bangsa dan negara. Namun bagi orang-orang yang sudah menikmati, transformasi itu “ngutik-utik” kenyamanan. Kemudian teriak-teriak dikhianati pemerintah. Masa sekarang hal tersebut lalu di blow up dengan media sosial, yang seolah-olah menjadi kebenaran yang mesti dibela-bela. Demikian juga transformasi-transformasi sosisal lainnya. Menjadi lebih parah lagi ketika ada orang-orang yang memanfaatkan situasi semacam ini untuk keuntungan-keuntungan pribadi.

Lagi-lagi, penerangan dan pendidikan untuk mencerdaskan masyarakat itu penting. Dengan demikian masyarakat tidak mudah terpengaruh (terprovokasi) oleh berita-berita bohong dan pihak-pihak yang mau mencari keuntungan pribadi. Baik sekiranya secara rutin di balai-balai desa, banjar atau pedukuhan diselenggarakan pertemuan warga dengan aparat desa/kecamatan. Bergilir dari Lurah, Camat, Kapolsek, Danramil (Babinsa dan Babinkamtipmas), dan tokoh masyarakat menjadi narasumber untuk membangun wawasan kebangsaan dan nasionalisme masyarakat. Materi Pancasila, informasi pembangunan, kerukunan, pengembangan desa, pemberdayaan, pengembangan ekonomi kreatif dst.

Selamat bertransformasi.

 

Posting Komentar untuk "Transformasi, mengapa takut?"