Kesandhung ing rata

Selamat pagi salam sejahtera

Benar kata-kata Thomas Lickona, salah satu tanda kehancuran bangsa itu “semakin kaburnya moral baik dan buruk”. Ada 10 (sepuluh tanda) akan kehancuran bangsa, tetapi saya ambil satu saja, yaitu semakin kaburnya moral baik dan buruk. Karena memang demikiranlah yang terjadi pada saat ini. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara nilai baik dan buruk semakin kabur. Semua dilalui, dilakukan, dijalani begitu saja, tanpa orang merasa berdosa atau merasa bersalah.

Korupsi yang merajalela dan menggurita tidak tampak buruknya. Seakan-akan korupsi menjadi hal yang biasa, sudah jamak terjadi. Koruptor yang ditangkap, dipenjara dengan pakaian rompi, tetapi ketika diekspos televisi, koruptor biasa melambaikan tangan, tersenyum bahkan tertawa lebar, sambal melenggang begitu saja. Seolah-olah tidak bersalah, dan tidak berdosa telah merampok uang negara sekian besar. Lagi ada yang korupsi besar-besaran bisa melenggang ke luar negeri tanpa ada jejak yang ditinggalkan, menjadi warganegara negara lain. Lagi, setelah lepas dari penjara, mereka tetap dengan tenang mencalonkan diri menjadi calon legislative, bupati/walikota atau gubernur.

Kehamilan di luar nikah dan seks bebas juga menjadi hal yang biasa-biasa saja. Sebelumnya kalau ada gais hamil diluar nikah, wuah…besa geger sekampung, orang tua kalang kabut. Sekarang menjadi biasa saja, janda hamis biasa, gadis hamil ya dinikahkan. Tidak melihat sudah siap atau belum? Pindah agama ya enak saja, pindah, seolah beragama hanya berganti baju saja, Beragama sebagai bentuk formal memenuhi kolom KTP, sementara beriman diabaikan.

Dijalan raya nabrak atau nerjang rambu-rambu itu biasa. Lampu merah ya diterabas. Ambil jalan orang lain ya enak saja. Memotong jalan, belok kiri-belok kanan tanpa sign, berhenti di sembarang tempat, tidak boleh parkir ya parkir. Dijalan raya semakin kabur batas-batas kebenaran dan kesalahan.

Terlebih dibidang politik, apa lagi menjelang pemiliah umum. Nabrak hukum sana-sini enak saja, loncat partai, nabrak etika politik, bagi-bagi uang panas. Nabrak hukum demi (katanya) kepentingan yang lebih luas, bangsa dan negara. Apapun alasanya kalau nabrak konstitusi yang nabrak, alias jalannya salah. Yang Namanya nabrak itu sengaja, dan mengakibatkan yang ditabrak menjadi rusak, tidak berfungsi atau kalau berfungsi ya tidak sempurna, dan kedua-duanya pasti terluka.

Nabrak konstitusi sama saja, konstitusi rusak yang nabrak juga terluka. Lukanya berat tetapi tidak dirasa, kerasanya nanti pada saat jalan, akan banyak hambatan, rintangan atau dari dirinya sendiri tidak mampu menjalankan tugas dengan baik.

Memang sebaiknya berjalan itu perlu memperhatikan rambu-rambu lalulintas. Jangan sampai ada rambu diterabas. Kalau ada orang pas nyeberang jalan kena terabas bisa celaka. Orang Jawa bilang “yen mlaku ngati-ati, aja nganti kesandhung ing rata” (Kalau berjalan hati-hati, jangan sampai tersandung jalan yang rata).

In omnibum charitas  

 

 

Posting Komentar untuk "Kesandhung ing rata"