SEMINAR ENSIKLIK LAUDATO SI : “IBU BUMI SEBAGAI RUMAH BERSAMA”

Pertobatan Ekologis 
Penanaman Pohon Buah di Paroki St.Maria Bunda Penasehat Baik Wates

Kulon Progo 
,Di Aula Ibuning Pirembag Sae, Paroki Gereja Santa Maria Bunda Penasihat Baik Wates, Jumat, 24 Mei menyelenggarakan Seminar berdasarkan Ensiklik dari Paus Fransiskus tentang Laudato Si ( Terpujilah Engkau Ya Tuhan). Acara Seminar ini merupakan program kerja Dewan Pastoral Paroki (DPP)Wates, Kulon Progo, Yogyakarta, Ketua Bidang Pelayanan Kemasyarakatan (Sudarsono) yang berkolaborasi dari Koordinator Tim Pelayanan (KTP) Keutuhan Ciptaan, (Ery Widiyanto) Pengembangan Sosial Ekonomi (Sigit Sukmono) dan Kerasulan Awam (P.Surjiyanta) Tanggal 24 Mei 2024 saat Ensiklik Laudato Si’ berusia 9 tahun,karena dikeluarkan Ensiklik di Vatkan pada 24 Mei 2015. Dan dipubliklasikan pada siang hari (waktu setempat) pada tanggal 18 Juni 2015. Ensiklik berfokus pada kepedulian terhadap lingkungan alam dan semua orang serta pertanyaan yang lebih luas hubungan antara Tuhan, manusia dan bumi. Seminar bertema “ Ibu Bumi Sebagai Rumah Bersama” sedangkan tujuan adalah meumbuhkan kesadaran dan kepedulian untuk menjaga dan merawat bumi sebagai rumah bersama serta adanya pertobatan ekologis. Seminar ini diikuti kurang lebih 100 peserta. Yang terdiri dari para anggota Dewan Pastoral Pleno Paroki Wates, utusan Lingkungan-Lingkungan, dan umat lain yang berminat.diantaranya beberapa mahasiswa-mahasiswi PGRI Kulon Progo, juga penggiat lingkungan hidup Nusantara Ibu. Etik Linawati yang muslimah sehingga seminar ini sangat berwarna.interreligius yang luar biasa di Paroki Wates, Kulon Progo Yogyakarta..

Sebagai narasumber adalah Romo Aloys Budi Purnomo Pr selaku Pastor Paroki Wates Kulon Progo, Yogyakarta dengan kompetensinya yang mumpuni. Romo Budi menjelaskan gagasan dasar Ensiklik Laudato Si’ tentang ajaran Paus Fransiskus untuk perawatan Bumi, sebagai rumah bersama.

Rama Al.Budi Purnomo, Pr memberkati pohon-pohon buah 

Romo Budi mengawali presentasinya dengan mengajak peserta untuk menyanyikan lagu “Laudato Si’ Mi Signore” yang dia ciptakan berdasarkan Ensiklik Laudato Si’ artikel 1-2. Dalam artikel tersebut, Paus Fransiskus mengajarkan, “Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudari kami, Ibu Pertiwi, yang memelihara dan mengasuh kami, dan menumbuhkan aneka ragam buah-buahan, beserta bunga warna-warni dan rumput-rumputan. Saudari ini sekarang menjerit karena segala kerusakan yang telah kita timpakan padanya, karena penggunaan dan penyalahgunaan kita yang tidak bertanggung jawab atas kekayaan yang telah diletakkan Allah di dalamnya. Dalam Ensilkiknya Paus Fransiskus membuka mata kita semua atas realitas yang terjadi yakni, polusi dan perubahan Iklim, polusi, limbah, dan budaya membuang, iklim sebagai kebaikan bersama, terjadi masalah air, hilangnya keanekaragaman hayati, penurunan kualitas hidup manusia dan kemerosotan sosial, ketimpangan global, tanggapan-tanggapan yang lemah dan keragaman pendapat para pemimpin dunia (Bab I Ensiklik Laudato Si’). Dengan bersumber dari Injil yang menawarkan cahaya iman melalui hikmat cerita-cerita Alkitab tentang Misteri Alam Semesta serta Pesan Setiap Makhluk dalam Harmoni Seluruh Ciptaan dan Persekutuan Universal kita diajak untuk memahami tujuan umum harta benda demi kesejahteraan umum. Perawatan Bumi dapat dilakukan sesuai tatapan Yesus terhadap alam semesta dan sesama (Bab II Ensiklik Laudato Si’).

Tim Seminar Laudato Si dari kiri: Sigit Sukmono, Ery Widiyanto, Sudarsono dan P.Surjiyanto

Paus Fransiskus memberikan beberapa pedoman orientasi dan aksi untuk perawatan Bumi. Pedoman itu meliputi dialog tentang Lingkungan Hidup dalam Politik Internasional, Dialog untuk Kebijakan Baru Nasional dan Lokal, Dialog dan Transparansi dalam Pengambilan Keputusan, Politik dan Ekonomi dalam Dialog untuk Pemenuhan Manusia dan pentingnya Agama-agama dalam Dialog dengan Sains. Akhirnya, Ensiklik Laudato Si’ mengajarkan pentingnya pendidikan dan spiritualitas ekologis. Hal itu mencakup: pendidikan menuju Gaya Hidup yang Baru, Pendidikan untuk Perjanjian antara Manusia dan Lingkungan Hidup, Pertobatan Ekologis, Kegembiraan dan Damai, Cinta dalam Ranah Sipil dan Politik, Tanda-tanda Sakramental dan Istirahat yang Dirayakan, Allah Tritunggal dan Hubungan Antara Makhluk dan ajaran tentang Ratu Seluruh Dunia Ciptaan yang Melampaui Matahari. Ensiklik Laudato Si’ ditutup dengan Doa untuk bumi kita dan Doa umat Kristiani bersama semua makhluk (Bab VI Ensiklik Laudato Si’).

Sebelum mengakhiri presentasinya Romo Dr. Aloys Budi Purnomo,Pr. memberikan pertanyaan: Bagaimana Paroki Wates mewujudkan spiritualitas Ensiklik Laudato Si’? Banyak penanggap secara umum menyatakan menjaga dan merawat lingkungan hidup ini sangat penting dan perlua ada aksi nyata sebagai bentuk pertobatan ekologis. Maka kegiatan seminar ini akan berlanjut dengan aksi pada Minggu, 26 Mei 2024 penanaman pohon buah yang akan dibagikan kepada wilayah Kokap, wilayah Temon dan wilayah Wates serta tanah pekarangan milik PGPM Paroki Wates di daerah Tayuban, Panjatan, Kulon Progo, Yogyakarta. Demikian menurut Ery Widiyanto sebagai Koordinator Pelayanan Keutuhan Ciptaan Dewan Pastoral Paroki Wates. Pengiriman berita Petrus Surjiyanta.

 

Posting Komentar untuk "SEMINAR ENSIKLIK LAUDATO SI : “IBU BUMI SEBAGAI RUMAH BERSAMA”"