Para peserta bersama narasumber berfoto bersama
Deretan depan paling kiri F.Wakidjan dan F.A.Kasimun no 2 dari kanan.
Mencari Pencerahan dan Kebijaksanaan, begitu terjemahan yang dapat
diberikan bagi judul sarasehan 2 tahun Padepokan Sunyagiri. Padepokan
adalah tempat mencari ilmu, dan kepandaian lainnya. Sunya itu berarti sepi, sunyi dan giri artinya
gunung. Jadi Padepokan Sunyagiri, sebagai tempat menimba ilmu yang sunyi, sepi di
gunung. Dengan demikian seseorang bisa “neng-ning-nung-nang“. “neng“ itu diam, “ning“
itu dari kata “wening-bening“ dalam bahasa Indonesia hening, jernih, ”nung”
artinya “dunung” dalam bahasa Indonesia paham-memahami, dan “nang“ artinya “wenang“
mempunyai kewenangan atau kemenangan. Jadi Sunyagiri itu tempat untuk mencari pencerahan
dan kalau orang sudah mengalami pencerahan akan dapat melakukan diskrisi.
Sarasehan berbahasa Jawa bertemakan mencari pencerahan dan kebijaksanaan
itu dilaksanakan pada Minggu 27 April 2025, dalam rangka ulang tahun Padepokan
Sunyagiri yang jatuh pada 7 April 2025. Padepokan Sunyagiri berdiri 2 tahun
lalu tangal 7 April 2023. Bertempat di Padepokan Sunyagiri (di rumah bapak
F.Wakidjan) Jitar Sumberarum Moyudan Sleman. Sarasehan menampilkan narasumber
F.Wakidjan, mengupas surat Purwajati dengan judul “Ngluri Kidungan Purwajati“. A.Gandung Sukaryadi dengan membedah cerita
rakyat Ande-ande Lumut dan F.A.Kasimun dengan membahas sejarah “Babat Alas Mentaok“
dan penanggap Anton Suparnyo Tarigan, sedangkan moderator P.Y.Tukimin.
Sebelum sarasehan ditembangkan macapat oleh (dari kiri) Surandi, Karman, Yusman
sedang ny.Wahyu, Marjono dan Poniman
Dalam paparan „Ngluri Kidungan Purwajati“ F.Wakidjan mengatakan bahwa dalam
buku Agama Asli Indonesia, Rama P.Adolf Bakker SJ menulis begini: “Rasa Ketuhanan
yang terpendam dalam batin manusia sukar diungkapkan. Tetapi dari rasa itu juga
pada mereka yang belum mengenal pewahyuan Diri Tuhan dalam sejarah menyatakan
diri dalam dua bentuk. Dari satu pihak Yang Ilahi (Yang transenden, yang Gaib,
Numinosum) diakui sebagai Fascisnosum: yang menarik, yang mempesona,
karib, mesra dan yang menimbulkan cinta pada-Nya. Dari lain pihak diakui
sebagai Tremendum – yang menakutkan, yang jauh, yang dahsyat“ (Agama
Asli Indonesia Rahmat Subagya hal.64-65).
Dengan demikian maka manusia berupaya
bisa berelasi dengan Tuhan yang menciptakan. Ada banyak cara untuk berelasi
dengan Hyang Mahakuasa yaitu dengan cara melakukan tindakan (matiraga, liturgi,
puasa, derma) dan doa. Ada banyak doa yang didaraskan, dan dinyanyikan
(kidungan - ditembangkan). Bahwa yang Namanya surat Kidungan itu, pada dasarnya
hanya tembang Dandanggula, yang dimulai dan ditulis pada kidungan “ana kidung
rumeksa ing wengi” (ada nyanyian mengalun di Tengah malam). (R.Tanoyo Penerbit
TB.Pelajar).
Sedang A.Gandung Sukaryadi memaparkan kisah asmara Ande-ande Lumut dan
Kleting Kuning. Dikatakan bahwa sebenarnya bukan kisah asamara, tetapi kisah
itu merupakan kiasan yang harus dicari maknanya. Sebenarnya Ande-ande Lumut
adalah kesatria – pangeran yang menyamar menjadi rakyat jelata. Dia mencari
ilmu, memperdalam kualitas pribadi baik secara jasmani dan secara rohani. Supaya
kelak menjadi satria yang mumpuni lahir dan batin. Satria-pinandita, satria
yang berjiwa, berintegritas dan memiliki spiritualitas. Dengan demikian ia bisa
mengabdikan kepada rakyat dengan kebenaran, keadilan, kejujuran dan membawa
kedekatan dengan Tuhan.
![]() |
Para narasumber dari kiri: F.Wakidjan, P.Y.Tukimin (moderator), F.A.Kasimun dan A.Gandung Sukaryadi |
Kleting Merah, Kleting Biru, Kleting Hijau dan Kleting Kuning hanyalah bentuk kiasan, yang sebenarnya adalah saudara kita sendiri (sedulur papat) yang menyatu dalam diri kita yaitu: Hasrat kekuasaan, Hasrat kekayaan, Hasrat kenikamatan dan kebijaksanaan. Kleting Kuning sebagai lambang Hasrat kebijaksanaan, maka dipilih oleh Ande-ande Lumut. Itulah yang dicari yaitu kebijaksanaan.
F.A.Kasimun dengan membadah “Babat
Alas Mentaok” menggambarkan bagaimana perjuangan mencari kebijaksanaan dalam menciptakan
kerukunan dan kedamaian antara Kerajaan-kerajaan. Ada Kerajaan yang serakah dan
ada Kerajaan yang membawa masyarakatnya damai sejahteran.
Sarasehan dihadiri para pelaku
dan pencinta kebudayaan Jawa dari Yogya, Sleman, Bantul, Kulon Progo, Magelang
menjadi berkualitas. Hadir pula Yan Kurnia Kustanto, SE Anggota DPRD DIY dari
PDI Perjuangan. Kehadirannya memperteguh usaha-usaha Padepokan Sunyagiri dalam
ikut serta melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Jawa. Yan Kurnia sangat senang
dan mendukung Upaya-upaya melestarikan kebudayaan Indonesia umumnya dan Jawa khususnya. Selain itu Anton Suparnyo Tarigan memamerkan beberapa munuskrip berbahasan Jawa, tulisan tangan dan huruf Jawa (asg)
Posting Komentar untuk "“Ngluru Pepadhang lan Kawicaksanan”"