Bangun Persaudaraan Tanpa Diskriminasi

Para peserta workshop Komisi HAK Keuskupan Agung Semarang (foto.Atn.S)
Rama Al.Budi Purnomo (baris belakang no.6 dari kiri) dan Rama M.Joko Lelono no.8 dari kiri)

Dalam perjalanan keberadaannya di dunia, Gereja Katolik mengakui beberapa sumber iman. Sumber iman itu mencakup Kitab Suci, Tradisi, Magisterium dan Sensus Fidei (perasaan iman umat beriman). Dalam perjalanan setelah penemuan kembali dialog sebagai harta kekayaan Gereja yang perlu dikembangkan, para pemimpin Gereja mencoba memberikan dasar kepada tindak dialog, baik dengan budaya maupun dengan agama-agama yang berbeda. Praktis hampir semua Paus pasca Konsili Vatikan II berbicara tentang pentingnya dialog. Kecuali Paus Yohanes Paulus I, yang meninggal 33 hari setelah menjabat sebagai paus. Demikian diungkapkan oleh Rama Al.Budi Purnomo, Pr, dalam kegiatan workshop Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang dan Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan Keuskupan Surabaya. Workshop diselenggarakan di Pusat Pastoral Sanjaya Muntilan Jawa Tengah, pada Jumat, Sabtu dan Minggu tanggal 2,3 dan 4 September 2022.

Semenjak Konsili Vatikan II, ajaran dan ajakan untuk berdialog dengan saudara-saudara yang berkeyakinan lain dirumuskan semakin jelas dan focus. Misalnya Nostra Aetate diterjemahkan dengan ungkapan “pada zaman kita”. Dikeluarkan tahun 1965 oleh Paus Paulus VI. Dokumen ini menunjuk tentang pentingnya pada zaman ini kita makin menyadari pluralitas yang ada di sekitar kita. Di dalamnya, terdapat penjelasan tentang sikap Gereja Katolik terhadap agama-agama lain: berbagai agama bukan Kristiani, Hinduisme, Buddhisme, Islam, dan Yahudi. Dokumen ini diakhiri dengan sebuah ajakan membangun persaudaraan semesta tanpa diskriminasi. Kemudian Lumen Gentium, yang diterjemahkan dengan ungkapan “Terang bagi Bangsa-Bangsa”, memiliki banyak pesan. Salah satu pesannya tentang dialog adalah kembali melihat Gereja terutama sebagai umat Allah yang konkret. Gereja itu ada di tengah-tengah hidup bersama. Oleh karena itu, Gereja diajak untuk berdialog dan bekerja sama dengan agama-agama lain, juga dengan kaum ateis guna membawa terang di tengah-tengah persoalan-persoalan yang ada di masyarakat. Lumen Gentium dikeluarga tahun 1965, juga oleh Paus Paulus VI.

Berdiri didepan memberikan paparannya Rama Al.Budi Purnomo, Pr.

Berturut-turut ajaran dan ajakan berdialog oleh Bapa Gereja: Nostra etate, Paus Paulus VI, tahun 1965; Gaudium et Spes, diterjemahkan menjadi “Kegembiraan dan Harapan”, oleh Paus Paulus VI. Dignitatis Humanae, 1965 oleh Paus Paulus VI, Ad Gentes “Kepada Bangsa-bangsa”, 1965, oleh Paus Paulus VI. Redemtoris Hominis, 1979 oleh Paus Yohanes Paulus II; Redemtoris Missio, tahun 1990, oleh Yohanes Paulus II; Tahun 1991, Dialoque and Proclamation, oleh Komisi Kepausan untuk Dialog Antar Agama dan Konggregasi untuk Penginjilan Bangsa-bangsa. Ditemukan empat macam dialog yang diperkenalkan Gereja: dialog kehidupan; dialog karya, dialog pengalaman religious dan dialog Teologis.

Teks-teks ajaran para Paus ini menarik karena mencoba untuk menemukan ruang perjumpaan bahkan ketika berbicara tentang kegiatan misi. Misi tidak berseberangan dari nilai-nilai dialog. Sembari Gereja Katolik memperkenalkan kekhasannya dalam membawa keselamatan, di sana ada ruang kebebasan dan keberanian berdialog. Di sini tergambar Gereja tidak sekadar berdialog, tetapi menyatakan bahwa keberadaannya adalah unik di hadapan keunikan-keunikan yang lain. Di sini dihindari kesan relativisme agama (menggambarkan bahwa semua agama sama sekali sama). Setiap agama dengan kekhasan masing-masing membawa kebaikan dan berusaha membawa kebaikan kepada dunia.

Disamping Rama Al.Budi Purnomo, Pr., juga hadir sebagai narasumber Rama M.Joko Lelono, Pr., Ketua Komisi HAK Kevikerpan Yogyakarta Timur. Rama Joko mengajak umat Katolik agar tetap relevan dengan kehidupan sehari-hari dengan tetap berusaha ada dalam relasi dengan sesamanya. Keberadaan relasi itu menunjukkan penghargaan terhadap keberadaan sesame manusia. Kesatu-rasa-an yang muncul dari relasi itu menumbuhkan pengharapan akan masa depan hidup bersama yang lebih baik, yaitu masa depan bersama bagi seluruh manusia (Atn.S)

  

Posting Komentar untuk "Bangun Persaudaraan Tanpa Diskriminasi"