Tahun Ke(c)emasan


Memasuki tahun baru saya membayar langganan koran. Ibu yang menjadi langganan koran saya menanyakan ‘‘Mas sudah tahu belum kalau harga langganan naik menjadi 250.000,--?” saya jawab  “belum”. Lanjut ibu tadi “mulai Januari harga langganan Rp 250.000,--, akan terus berlangganan atau berhenti pak?” kemudian saya jawab “sementara terus bu”. Saya berfikir naiknya tajam ya, 25%, ini bener apa enggak ya. Iseng-iseng saya bertanya kepada penjaga toko di koperasi dimana saya menjadi anggotanya, harga kebutuhan pokok naik tidak di bulan Januari ini. Ternyata naik juga berkisar antara 8% – 10%.

Sampai dirumah saya merenung…dan terhenyak. Saya menengok buku bank pensiun  yang sudah berapa lama tetap saja tidak berubah pemasukan setiap bulannya. Saya hitung-hitung pengeluaran untuk listrik, air, wifi, koran, transportasi dan kebutuhan pokok selama 1 bulan. Belum nanti pada bulan tertentu saya memperpanjang pajak kendaraan bermotor, dan servis serta sumbangan-sumbangan kalau ada perkawinan, supitan, bayi lahir, nyeribu hari. Untung saja pada masa kini untuk supitan dan nyeribu hari orang sudah tidak menerima lagi. Juga kebutuhan anak sudah tidak lagi mikir karena anak sudah bekerja semua.

Masih beruntung kalau isteri/suami juga berpenghasilan dan cukup untuk mendukung kebutuhan-kebutuhan. Tetapi maaf banyak pula yang satu gardan saja, sehingga harus mengatur   dengan cerdas dan cermat. Juga perlu diperhatikan bahwa saat ini gelombang PHK sedang melanda negeri ini. Sementara dampak dari penghematan pemerintah dalam hal perjalanan dinas dan efisiensi belanja APBN akan mengurangi pendapatan di sektor penerbangan dan hotel-hotel. Beberapa kementerian telah membatalkan booking untuk meeting, dll. Ini bisa jadi pemberhentian hubungan kerja.

Ini lagi. Menurut laporan Badan Pusat Statistik Agustus 2024, jumlah penduduk yang masuk kelas menengah selama lima tahun terakhir menurun. Ini gejala apa ya? Populasi kelas menengah tahun 2024 sebanyak 47,85 juta, sedang pada tahun 2019 sebanyak 57,33 juta. Selama lima tahun turun 9,48 juta. Dengan turunnya kelas menengah ini, penduduk yang menuju kelas menengah menjadi naik, tahun 2019 berjumlah 128,85 juta, tahun 2024 naik menjadi 137,5 juta. Meskipun jumlah kelas menengah turun tetapi angka kemiskinan mengalami penurunan dari Maret 2024 sampai September 2024 0,46%, berarti ada perbaikan di penduduk miskin.

Survey litbang Kompas menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan baru selama 100 hari menunjukkan angka 80,9%. Kiranya ini suatu angka yang tinggi, bahwa kalau boleh bisa disebut fantastis. Namun survey ini mengundang reaksi dari beberapa kalangan, karena tidak seiring dengan trend berita yang beredar di media sosial maupun media mainstream. Sebut saja patok bambu di Tangeran, penjualan gas elpiji 3 Kg, Akibat dari efisiensi anggaran hotel-hotel mengalami penurunan penginapan 20 – 30 presen, dan ini berdampak pada pengurangan tenaga kerja atau pemutusan hubungan kerja hingga 20 persen juga. Pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) kini menyusut menjadi Usaha Mikro Kecil Mungil.

Ini belum kecemasan yang diakibatkan oleh faktor politik yang masyarakat tidak bisa apa-apa. Kebijakan yang diambil semakin lama semakin jauh dari rasa keadilan. Misalnya saja pertambangan untuk perguruan tinggi. Apa nanti tidak menimbulkan kecemburuan, dan bisa-bisa perguruan tinggi tidak lagi berfikir mendidik mahasiswanya tetapi berhitung tentang laba rugi, dan pembagian finansial. Belum kerusakan alam yang ditimbulkan.

Isu resufel kabinet mah tidak mencemaskan kami, karena kami inginnya negara aman. Aman dari gangguan luar negeri yang berupa intervensi atau penjajahan bentuk baru, aman dari para pengkhianat bangsa, yaitu para koruptor, teroris, dan yang selalu merongrong Pancasila. Aman dari para perusak bangsa, Bahasa dan tanah air Indonesia.

Kembalikan dan jaga marwah dari lagu „satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa kita. Tanah air pasti jaya, untuk selama-lamanya“

.




  

Posting Komentar untuk "Tahun Ke(c)emasan"