Salah satu kijing dari 10 kijing yang dirusak Minggu 18 Mei 2025
di makam TPU Ngentak Baturetna Banguntapan Bantul
Perusakan makam yang menghilangkan identitas keagamaan di TPU Ngentak RT.10
Baturetna Kapanewon Banguntapan Bantul, yang terjadi Minggu 18 Mei 2025 merupakan
tindakan yang sangat serius dan dapat menimbulkan dampak sosial dan budaya yang
siginifikan. Makam-makam di Daerah Istimewa Yogyakarta terutama yang memiliki nilai sejarah dan budaya, sering
kali dianggap sebagai bagian penting dari warisan budaya dan identitas
masyarakat setempat. Menghilangkan
identitas keagamaan dan identitas lainnya dari makam-makam tersebut tidak hanya
dapat merusak nilai-nilai historis dan budaya, serta hak azasi manusia tetapi
juga dapat memicu konflik dan ketegangan di antara masyarakat.
Perusakan makam tidak hanya dengan menghilangkan identitas keagamaan non Muslim
tetapi juga-juga makam dari kerabat keraton
dilakukan di Yogyakarta. Perusakan serupa tidak hanya terjadi kali ini,
tetapi berkali-kali. Waktu penguburan ada pemotongan salib, dan perusakan itu
terjadi di Sleman, Jalan Gejayan, jalan Kusumanegara, sampai di daerah Magelang
dan Klaten. Ini bisa diasumsikan pelakunya adalah kelompok yang berjejaring. Kelompok
ini jelas anti budaya, anti religiousitas, anti sejarah, dan anti hak asasi
manusia.
Anti budaya karena pemakaman orang
mati adalah suatu bentuk kehormatan kepada yang sudah meninggal oleh para anak-cucu-cicit
dan kerabatnya kepada yang sudah meninggal. Pada acara orang meninggal dunia,
pertama orang disucikan dengan pemandian jenasah, kedua diberi pakaian yang
terbaik/atau sesuai permintaan yang meninggal atau dikafani. Ketiga didoakan
baik saat pemberangkatan, pemakaman dan sesudah dimakamkan. Ada doa (ritual)
untuk mendoakan orang yang sudah meninggal, saat meninggal (geblak), 3 hari, 7
hari, 40 hari, 100 hari, setahun, dua tahun, 1000 hari dan seterusnya masih ada
mengirim di makam (bisa selapan hari, setahun sekali dst).
Anti Sejarah. Bagi orang-orang
yang mempunyai kedudukan, terkenal, mempunyai jasa bagi Masyarakat, orang
dimakamkan juga secara khusus untuk dikenang hidupnya, diteladani sikaphidupnya
dlnya. Contoh Sukarna Presiden Pertama RI, Sri Sultan Hamengku Buwana IX, para
pahlawan bangsa, Ibu Kartini, para Kyai, Pastor, Pendeta yang sungguh dihormati
dan dalam hidupnya dahulu banyak membantu kerepotan umatnya. Sejarah pasti
mencatat orang-orang tersebut dan memelihara serta merawat.
Anti religiousitas. Mereka yang
dimakamkan tentu pernah mempunyai andil bagi yang ditinggalkan. Sebagai
ungkapanm Syukur dan terima kasih, mereka berdoa dimakam para leluhurnya atau
orang-orang yang pernah berjasa pada hidupnya. Apa salahnya bersyukur pada
Tuhan di makam dan mendoakan orang-orang yang sudah meninggal dunia atau mohon
doa restu dan doa untuk anak dan cucunya?
Anti hak asasi manusia. Bahwa
orang membangun makam adalah bentuk ucapan Syukur, doa, terima kasih dan hormat
kepada yang sudah meninggal dunia. Orang Jawa mengenal pepatah “mikul dhuwur
mendhem jero” yang bermakna mengubur dalam-dalam kejelekan dan dosa-dosa,
memuliakan hal-hal yang baik yang pernah dilakukan. Dengan perusakan makam
berarti melarang orang untuk menghormat kepada orang-orang yang meninggal.
Maka kepada yang berwenang hendaknya
melakukan pembinaan kepada kelompok orang yang telah berbuat merusak makam
tersebut. Ini bukan kriminal saja
tetapi mereka jelas-jelas anti Pancasila. Kalau mereka mengaku beragama pasti
tidak melakukan itu. Hidup keagamaan mereka hanya untuk baju bukan masuk dalam
hati. Hidup Pancasila mereka hanya dibibir, tidak masuk dalam sanubari. Bina
kelompok-kelompok ini sesuai dengan harkat kebangsaan, hidup bersama yang
berbhinekatunggal ika. Menghormati keberadaan orang lain, baik yang masih hidup
maupun orang yang sudah meninggal (abgs)
Posting Komentar untuk "Hormatilah sejarah, budaya, religiousitas dan HAM"